Review Jurnal
Jurnal Komunikasi Bisnis
Komunikasi
Bisnis Lintas Budaya Sekretaris Pada Atasan
(Studi Pada Alila
Hotel Solo)
Yunita
Budi Rahayu Silintowe, dan Margareta Cahya Christy Pramudita
Universitas
Kristen Satya Wacana
Abstrak
Hambatan-hambatan dalam berkomunikasi
terjadi pada sekretaris di Alila Hotel Solo. Beberapa hambatan yang muncul
disebabkan oleh beberapa pimpinan atau rekan kerja di Alila Hotel Solo adalah expatriate
atau bahkan orang Indonesia yang memiliki latar belakang budaya berbeda. Budaya
mempengaruhi cara setiap orang dalam menyampaikan pesan, sehingga terdapat
perbedaan persepsi antara sekretaris dengan atasan atau rekan kerja yang lain.
Dalam penelitian ini akan dilihat dari dua sudut pandang yang berbeda yaitu low
context culture dan high context culture. Jenis penelitian yang
digunakan adalah penelitian kualitatif. Teknik pengambilan data adalah dengan
menggunakan metode observasi dan metode wawancara untuk mengumpulkan data-data
yang diperlukan secara akurat. Hasil penelitian menunjukkan bahwa low
context culture dan high context culture dalam komunikasi bisnis
lintas budaya tidak diterapkan secara eksklusif dalam proses komunikasi bisnis di
Alila Hotel Solo.
Kata Kunci: komunikasi bisnis,
komunikasi lintas budaya, sekretaris
Pendahuluan
Setiap orang di dunia ini pasti tidak akan
pernah lepas dari komunikasi dalam kehidupan sehari-hari, mulai dari bangun
tidur hingga mereka tidur kembali. Banyak atau sedikit aktivitas yang mereka
lakukan pasti membutuhkan komunikasi. Komunikasi adalah suatu proses pertukaran
informasi antar individu melalui suatu sistem yang biasa (lazim), baik dengan
simbol-simbol, sinyal-sinyal, maupun perilaku atau tindakan (Purwanto, 2011).
Tidak hanya dalam kehidupan manusia sehari-hari saja, komunikasi juga dilakukan
di dalam dunia bisnis. Begitupun halnya dengan perusahaan baru dimana
perusahaan tersebut banyak menarik expatriate, salah satunya ialah Alila
Hotel Surakarta, Jawa Tengah.
Dalam pengelolaan hotel management tentunya
para pimpinan tidak bekerja sendiri, mereka membutuhkan bantuan dari manajer, staff
dan tidak lupa juga seorang sekretaris. Dalam membantu seorang pimpinan, sekretarispun
juga harus memiliki keterampilan berkomunikasi dengan baik, dimana sekretaris
akan berinteraksi hampir dengan seluruh karyawan, baik itu pimpinan maupun staff.
Dalam berkomunikasi, perlu diperhatikan siapakah yang menjadi lawan berbicara
dan bagaimana background orang tersebut. Seperti halnya dewasa ini yang
semakin banyak perusahaan asing yang didirikan di Indonesia sehingga tentunya
berdampak pada banyaknya expatriate yang datang dan tinggal di Indonesia
dengan keragaman budaya yang mereka miliki.
Dari uraian di atas, dapat diambil suatu
perumusan masalah yaitu bagaimana komunikasi bisnis lintas budaya yang
dilakukan oleh sekretaris pada atasan di Alila Hotel Solo. Adapun tujuan
penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi komunikasi bisnis lintas budaya
yang dilakukan oleh sekretaris pada atasan di Alila Hotel Solo.
Persaingan bisnis yang begitu ketat dewasa
ini menuntut para pebisnis, manajer harus mampu bersaing bukan hanya dengan
pebisnis lokal, namun juga bersaing dengan para pebisnis dari luar negeri.
Tentunya para pebisnis atau investor asing memiliki cara atau kebiasan
tersendiri dalam berkomunikasi. Dalam hal ini para manajer harus mampu
memahami bagaimana kebiasaan serta budaya mereka. Menurut Rozalena (2014),
organisasi maupun perusahaan memerlukan budaya sebagai bagian dari
kehidupannya, sehingga anggota memerlukan interaksi dan hubungan yang dilandasi
oleh budaya. Oleh karena itu, komunikasi bisnis antarbudaya adalah komunikasi
yang digunakan dalam dunia bisnis baik komunikasi verbal maupun nonverbal
dengan memperhatikan faktor-faktor budaya di suatu daerah, wilayah, atau negara
yang sangat erat dengan terciptanya budaya organisasi. Selain itu menurut Purwanto
(2011), secara sederhana komunikasi bisnis lintas budaya adalah komunikasi yang
digunakan dalam dunia bisnis baik komunikasi verbal maupun nonverbal dengan memperhatikan
faktor-faktor budaya di suatu daerah, wilayah atau negara.
Maraknya perusahaan asing yang mulai masuk
ke wilayah-wilayah di Indonesia khususnya, hal ini menuntut para stakeholder
untuk membekali diri dengan pengetahuan akan lintas budaya serta
keterampilan berkomunikasi baik secara lisan maupun tertulis menggunakan bahasa
internasional yang baik dan benar. Sebenarnya, dengan masuknya perusahaan asing
yang tentunya mendatangkan entah itu karyawan asing atau manajer/pimpinan
dari luar negeri, akan menambah pemasukan bagi negara karena membuka lapangan
kerja baru. Namun tentunya akan menjadi penghambat bagi mereka yang tidak mampu
bersaing dengan orang-orang asing.
Sebelum berkomunikasi dengan orang asing sebaiknya
seseorang mempelajari dahulu budaya orang asing tersebut. Hal ini dilakukan supaya
menghambat terjadinya kesalahpahaman yang nantinya menyebabkan hal yang tidak
diinginkan dalam komunikasi bisnis sebuah organisasi. Membedakan budaya dalam
dua kelompok yaitu budaya permukaan (surface culture) seperti makanan,
liburan, gaya hidup, dan budaya tinggi (deep culture), yang terdiri atas
sikap nilai-nilai yang menjadi dasar budaya tersebut (Purwanto, 2011).
Orang yang berasal dari budaya yang
berbeda seringkali mempunyai pendekatan negosiasi yang berbeda. Tingkat toleransi
untuk suatu ketidaksetujuan pun bervariasi. Seseorang harus dapat menumbuhkan
hubungan personal sebagai dasar membangun kepercayaan dalam proses negosiasi.
Huang (2010) mengungkapkan “any cultural ignorance or carelessness on the
part of the executive might lead to communication blunder and
negotiation failure.” Negosiator dari budaya
yang berbeda mungkin menggunakan teknik pemecahan masalah dan metode pengambilan
keputusan yang berbeda. Jika mempelajari budaya partner sebelum bernegosiasi,
akan lebih mudah untuk dapat memahami pandangan mereka. Menunjukkan sikap yang
luwes, hormat, sabar dan sikap bersahabat akan membawa pengaruh yang baik bagi
proses negosiasi yang sedang berjalan, yang pada akhirnya dapat ditemukan
solusi yang menguntungkan kedua belah pihak.
Metode Penelitian
Dalam penelitian ini pendekatan yang dilakukan
adalah melalui pendekatan kualitatif. Artinya data yang dikumpulkan bukan berupa
angka-angka, melainkan data tersebut berasal dari naskah wawancara, catatan lapangan,
dokumen pribadi, catatan memo, dan dokumen resmi lainnya. Sehingga yang menjadi
tujuan dari penelitian kualitatif ini adalah ingin menggambarkan realitas
empirik di balik fenomena secara mendalam, rinci dan tuntas. Oleh karena itu
penggunaan pendekatan kualitatif dalam penelitian ini adalah dengan mencocokkan
antara realitas empirik dengan teori yang berlaku dengan menggunakan metode
deskriptif.
Dalam penelitian ini penulis akan menggunakan
metode observasi dan metode wawancara untuk mengumpulkan data-data yang
diperlukan secara akurat. Hal-hal yang akan diamati dalam penelitian ini
terkait dengan komunikasi bisnis lintas budaya yang dilakukan oleh sekretaris
di Alila Hotel Solo. Metode wawancara atau interview adalah proses tanya-jawab
dalam penelitian yang berlangsung secara lisan dimana dua orang atau lebih
bertatap muka mendengarkan secara langsung informasi-informasi atau keterangan-keterangan.
Pada penelitian ini yang menjadi informan dalam wawancara ialah sekretaris dari
Executive Assistant Manager Food and Beverage yang dalam
pekerjaannya juga berhubungan dengan
General Manager.
Hasil Penemuan dan
Diskusi
Komunikasi Lintas
Budaya Low Context Culture
Dalam konteks
komunikasi lintas budaya pada penelitian saat ini, dibedakan menjadi dua yaitu,
low context dan high context culture. Bukan berarti dengan adanya
dua konteks ini seseorang hanya dapat tergolong pada satu konteks tertentu
saja. Pada kenyataannya, terdapat pula orang yang termasuk dalam golongan low
context culture namun juga memiliki sisi high context culture. Hasil
penelitian sementara ditemukan bahwa di Alila Hotel Solo memiliki dua expatriate
yang berasal dari dua negara yang berbeda, yaitu Spanyol dan Indonesia
namun sudah lama tinggal di Australia.
Beberapa expatriate memiliki
kesamaan dalam hal waktu, hal ini juga terlihat dari atasan sekretaris yang
sangat disiplin dengan waktu dan deadline. Selain mengenai waktu,
sebagai orang yang termasuk dalam golongan low context culture,
atasan sekretaris apabila dalam bekerja akan memperhatikan bagaimana hasil dan
bagaimana kualitas yang dihasilkan, dan hasil yang diinginkan bukan hasil yang
biasa saja namun lebih dari standar atau dapat dibilang sangat memuaskan
begitupun dengan kualitasnya. Segala upaya dilakukannya untuk
mendapatkan hasil
dan kualitas yang sangat memuaskan.
High Context
Culture
Tidak hanya low context culture saja
yang terdapat di Alila Hotel Solo namun individu yang tergolong dalam high
context culture sangat mendominasi, khususnya staff yang notabene
orang lokal yaitu orang Indonesia khususnya Kota Solo. Mayoritas orang Asia
tergolong dalam high context culture. Hal ini dapat dibuktikan dari hal
kecil yaitu ketika menyampaikan sesuatu hal, orang-orang akan menjelaskan
dengan detail, bertele-tele sehingga memakan waktu yang cukup panjang serta informasi
yang diberikan atau disampaikan sangat detail, jadi tidak to the point.
Saat ini pimpinan Alila Hotel Solo (General
Manager) adalah orang yang tergolong dalam high context culture karena
berasal dari Indonesia meskipun lama menetap di Australia. Beberapa kebiasaan
yang menunjukkan General Manager (GM) adalah orang yang tergolong dalam high
context culture adalah ketika General Manager memperhatikan
setiap detail yang disampaikan dalam morning briefing serta
penandatanganan berkas-berkas.
Selain beberapa
hal di atas, terdapat juga hal lain mengenai membangun relasi bisnis baik itu
di acara formal maupun non formal. Ketika pimpinan atau General Manager
diberikan undangan dan tidak dapat menghadirinya, tentunya akan mengucapkan
terima kasih terlebih dahulu atas undangan yang diberikan, kemudian untuk
menolaknya mereka akan memberikan alasan-alasan setelah mengucapkan terima
kasih. Biasanya, untuk menolak sebuah undangan itu dikarenakan sudah ada janji
dengan rekan bisnis yang lain atau ada acara yang lebih penting yang sudah membuat
janji sebelumnya, jadi tidak semata-mata menolak.
Kemudian dalam memberikan informasi atau
instruksi, General Manager akan menjelaskan secara detail dan panjang,
jadi dengan ini sempat terjadi miss communication dengan salah satu staff.
Hal ini terjadi ketika terdapat salah seorang staff yang dipanggil di
kantornya untuk diberikan beberapa informasi. Staff tersebut diperintahkan
untuk mencatatat hal-hal yang penting saja, namun pesan yang ditangkap staff
ialah mencatat semua tanggal yang disampaikan.
Pembahasan
Sebuah organisasi atau perusahaan pasti memerlukan
budaya sebagai bagian dari perjalanan organisasi atau perusahaan tersebut
(Purwanto, 2011). Staff dan karyawan yang ada pasti berasal dari daerah
atau bahkan suku yang berbeda. Tentunya mereka akan saling berinteraksi dan
berhubungan yang pasti dilandasi oleh budaya itu sendiri. Dengan demikian, hal
ini akan tercipta komunikasi bisnis lintas budaya. Komunikasi bisnis lintas
budaya merupakan komunikasi yang digunakan dalam dunia bisnis baik itu
komunikasi verbal atau non verbal dengan memperhatikan faktor-faktor budaya di
daerah, wilayah atau negara tertentu. Pengertian lintas budaya tidak memisahkan
antara budaya organisasi dengan budaya yang dibawa oleh pelaku bisnis itu
sendiri. Akan tetapi, budaya organisasi melekat dalam diri anggota organisasi/pelaku
bisnis saat mereka melakukan kegiatan bisnis. (Rozalena, 2014). Di Alila Hotel
Solo juga terdiri dari karyawan yang besasal dari daerah yang berbeda di Indonesia
seperti Sumatera, NTT, Manado, Ambon dan masih banyak yang lainnya termasuk
pimpinan yang berasal dari luar negeri yaitu Spanyol dan Australia.
Dalam communication styles across
culture, terdiri dari dua konteks yaitu low context culture dan high
context culture (Gamsriegler, 2005). Dua konteks kebudayaan
ini juga ada di Alila Hotel Solo di mana sekretaris mempunyai dua pimpinan
yang berasal dan lama tinggal di luar negeri yaitu Spanyol yang tergolong dalam
low context culture dan General Manager yang meskipun berasal
dari Indonesia namun lama tinggal di Australia yang tergolong dalam high
context culture.
Untuk low context culture ditandai
dengan pesan verbal dan eksplisit, gaya bicara langsung, lugas dan terus terang
(Dumbrava, 2010). Hal ini sama dengan atasan langsung sekretaris yang lebih
suka to the point dalam menyampaikan instruksi, informasi atau
memberikan saran. Selain to the point, beliau juga sangat concern terhadap
kedisiplinan waktu (deadline), hal ini tentunya berdampak pada sekretaris
yang harus mengikuti bagaimana kebiasaan bekerja dan berkomunikasi atasannya
tersebut. Karena jika sekretaris tidak dapat menyesuaikan, maka tidak akan terjadi
komunikasi yang lancar dan efektif. Sebagai hotel bintang lima dan berkelas Internasional,
Alila Hotel Solo juga harus mampu menunjukkan kualitas kinerja karyawan yang
mampu beradaptasi dengan sesama team members yang berasal dari latar
belakang budaya yang berbeda, terutama sekretaris. Di sisi lain, terdapat
juga sisi low context culture dari General Manager. Seperti orang
asing (western) pada umumnya, General Manager Alila Hotel Solo yang
sudah lama tinggal di Australia sangat concern dengan waktu.
Meskipun hal ini berbanding terbalik
dengan high context culture, yang notabene konsep terhadap waktunya
luwes dan terbuka, hal ini memberikan dampak positif bagi karyawan sehingga
karyawan dapat menghargai apa itu waktu. Kembali lagi pada pendapat Gamsriegler
(2005) bahwa tidak ada budaya yang menggunakan satu konteks tertentu secara ekslusif.
Sukses atau tidaknya membangun komunikasi antarbudaya dan kebangsaan tergantung
pada bagaimana cara pimpinan berkomunikasi secara efektif kepada orang yang memiliki
latar belakang kebudayaan dan kebangsaan yang berbeda.
Selain itu dalam relasi tugas, keduanya
sama-sama berorientasi sosial. Namun terkait dengan hubungan personal, Executive
Assistant Manager Food and Beverage tergolong lebih berorientasi pada hubungan
impersonal. Untuk General Manager cenderung berorientasi sosial dan
personal. Selain faktor relasi tugas, terdapat perbandingan lain yaitu mengenai
pemahaman logika informasi. Untuk Executive Assistant Manager Food
and Beverage yang berasal dari Spanyol dan tergolong dalam low context
culture, beliau tetap pada pendirian kebudayaannya yaitu tipe orang yang to
the point, tidak menyukai basa-basi dan informasi yang akan disampaikan ke
beliau harus konkrit. Seperti contoh ketika sekretaris akan menyampaikan
sesuatu hal terkait dengan permintaan staff tambahan untuk casual,
sekretaris diminta untuk melaporkannya secara konkrit dan jelas. Tidak perlu
berteletele. Sedangkan General Manager dalam hal pemahaman logika
informasi lebih detail dan lengkap.
Terkait dengan gaya berkomunikasi, kedua
pimpinan sekretaris memiliki sedikit perbedaan. Untuk General Manager,
tergolong pribadi yang sering mengkomunikasikan informasi secara langsung.
Namun pada umumnya, bagi individu yang tergolong dalam high context culture,
mereka lebih cenderung mengkomunikasikan sesuatu secara nonverbal.
Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian, diperoleh
kesimpulan bahwa komunikasi bisnis yang dilakukan oleh sekretaris dengan
pihak-pihak perusahaan yang memiliki latar belakang budaya yang berbeda yang
terjadi di Alila Hotel Solo mengacu pada dua konteks, yaitu low context
culture dan high context culture. Dua konteks ini merupakan konteks
yang memiliki perbedaan latar belakang yang berbeda dimana akan mempengaruhi
proses komunikasi. Apa yang ditemukan adalah bahwa proses komunikasi
antarbudaya melibatkan persepsi, interpretasi dan evaluasi perilaku seseorang.
Ketiga hal tersebut tergantung pada latar belakang budaya seseorang, yang menentukan
makna yang melekat pada kebiasaan atau pola hidup tertentu maka akan berdampak
pula pada organisasi yang dikelola, dan dari pembahasan di atas dapat ditemukan
bahwa low context culture dan high context culture dalam
komunikasi bisnis lintas budaya tidak diterapkan secara eklusif dalam proses
komunikasi bisnis di Alila Hotel Solo.
Saran
Berikut ini
merupakan saran yang dapat dikemukakan peneliti untuk mendukung perkembangan
dan kemajuan perusahaan:
a)
Memberikan pelatihan mengenai komunikasi lintas budaya
sehingga team members Alila Hotel Solo dapat mempertahankan kualitas
komunikasi antar karyawan atau dengan pelanggan dengan baik.
b)
Memperkaya ilmu pengetahuan komunikasi lintas budaya
beserta sumber pendukungnya serta menambahkan waktu untuk memberi kesempatan
bagi pegawai untuk menguasai komunikasi lintas budaya dalam organisasi.
Komentar
Posting Komentar